Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lemahnya Integritas Kepemimpinan


 Oleh: Nayla Sholihah (Aktivis Remaja)


Presiden Jokowi menyatakan kekecewaan dan kejengkelannya dengan kebiasaan belanja dari luar negeri atau impor oleh lembaga kementrian maupun pemerintah daerah dan mengancam akan membeberkan mereka jika masih memilih untuk membeli barang-barang import. Jokowi menyampaikannya dalam "Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia” yang juga dihadiri para menteri kabinet Indonesia Maju serta para gubernur di Indonesia. 


Sayangnya, pernyataan tersebut tidak sesuai dan bertolak belakang dengan realitas yang terjadi di Indonesia. Sebut saja dalam beberapa kebijakan yang justru meloloskan upaya import, misalnya bahan pangan yang semestinya dapat diproduksi sendiri seperti beras, kentang, teh, dan jagung nyatanya pemerintah lebih memilih import bahan pangan tersebut bahkan di kala panen raya.


Keterikatan Indonesia dengan dunia internasional, mengharuskan pemerintah mengikuti kebijakan internasional meskipun merugikan kepentingan Indonesia, diantara salah satunya adalah pasar bebas yang menjadi pionir masalah ekonomi dalam negeri. 


Selain itu ketergantungan Indonesia terhadap barang import juga diakibatkan oleh kelalaian negara dalam melakukan perbaikan kembali sektor industri serta lemahnya visi ekonomi. Di samping itu produk dalam negeri yang ada tidak bisa berkompetitif dengan produk import. 


Pernyataan kejengkelan penguasa tidak lain demi terwujudnya pencitraan ala demokrasi kapitalisme sekularisme. Pencitraan yang dilakukan penguasa mengedepankan hal-hal yang positif untuk tetap melanggengkan kedudukannya dan  menopang dukungan dari massa. Yang kita ketahui, mereka itu hanya memprioritaskan kedudukannya dari pada rakyat. Dan hanya tampilan luar saja. Sesungguhnya ucapan sang penguasa dalam sistem demokrasi tidaklah sesuai sama sekali dengan kinerjanya.


Pemimpin yang tidak sesuai antara pernyataan yang dilontarkan dengan kinerja yang diperbuat, merupakan pemimpin yang memiliki krisis integritas yang akan berakibat melahirkan dampak negatif. Selain tidak memiliki visi dan misi yang jelas, juga tidak memiliki target dan tujuan yang akan berakibat mudahnya dikendalikan oleh pihak lain serta mudah untuk ingkar janji. 


Pemimpin yang krisis integritas juga akan dipenuhi dusta karena mengedepankan pencitraan belaka, sehingga keberadaan pemimpin tersebut berpengaruh bagi kebaikan rakyatnya. 


Pemimpin yang krisis integritas tidak akan melindungi rakyatnya walaupun terus menerus hidup di bawah kezaliman dan penderitaan. Yang lebih berbahaya akan mengakibatkan negara dalam kondisi berbahaya. Munculnya disintegrasi atau dikuasai dan menjadi santapan lezat bagi negara lain.


Syariat Islam sangat melarang perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatanya. Dalam al-quran Allah Swt sangat membenci terhadap orang yang menyuruh terhadap sesuatu hal akan tetapi ia tidak melakukannya. 


Sebagaimana firmannya, 


 أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ


“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”


Selain itu hanya pemimpin dari syariat Islam yang sangat takut jika ia tidak bisa menjadi pemimpin yang amanah. Pemimpin yang selaras antara narasi yang dilontarkan dengan kinerja yang telah dilakukan. 


Pemimpin dalam syariat Islam merupakan pemimpin di mana pernyataan yang dilontarkan dengan kinerja yang diperbuat selaras, sehingga menjadi pemimpin yang memiliki integritas tinggi, mempunyai visi dan misi yang jelas, memiliki target dan tujuan jelas sehingga tidak mudah dikendalikan oleh pihak lain serta sangat memegang teguh komitment yang akan dijalankan sehingga keberadaan pemimpin tersebut berpengaruh bagi kebaikan rakyatnya. Wallahu a'lam. (reper/baim)

1 komentar untuk "Lemahnya Integritas Kepemimpinan"