Dibalik Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi
Oleh: Al Azizy Revolusi (Founder @koreapi.1453)
Gaes, kita kudu mewaspadai seruan-seruan untuk merayakan atau mengucapkan "Selamat Natal". Sebab dibalik seruan-seruan itu ada bahaya besar yang bisa mengancam aqidah umat Islam, lho. Seruan berpartisipasi dalam perayaan Natal, tidak lain adalah kampanye ide pluralisme yang mengajarkan kebenaran semua agama. Menurut pluralisme, tidak ada kebenaran mutlak. Semua agama dianggap benar. Itu artinya, umat muslim harus menerima kebenaran ajaran umat lain, termasuk menerima paham trinitas dan ketuhanan Yesus. Waduh..!
Seruan itu juga merupakan propaganda sinkretisme, yakni pencampuradukan ajaran agama-agama. Spirit sinkretisme adalah mengkompromikan hal-hal yang bertentangan. Dalam konteks Natal bersama dan Tahun Baru, sinkretisme tampak jelas dalam seruan berpartisipasi merayakan Natal dan Tahun Baru, termasuk mengucapkan "Selamat Natal". Padahal dalam Islam, batasan iman dan kafir, halal dan haram adalah sangat jelas, gaes. Nggak boleh dikompromikan!
Paham pluralisme dan ajaran sinkretisme adalah paham yang sesat. Kaum Muslimin haram mengambil dan menyerukannya. Allah telah menetapkan bahwa satu-satunya agama yang Dia ridhai dan benar adalah Islam. Selain Islam tidak Allah ridhai alias merupakan agama yang batil.
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (TQS. Ali Imran [3]: 85).
So, kaum muslimin haram mengucapkan "Selamat Natal" apalagi turut merayakannya!
Gimana dengan Tahun Baru Masehi?
Gaes, sejak abad ke-7 SM, bangsa Romawi kuno udah punya kalender tradisional. Namun kalender ini kacau banget hingga mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalender ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Nah, tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December.
Pada tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian, gaes.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru
Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Pada bulan Februari, konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu, Tahun Baru orang Romawi nggak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Dari penjelesan di atas, terperangkaplah sudah kita sebagai muslim mengikuti orang-orang kafir yang sudah menukar dari tahun Hijriah ke tahun masehi. Dan kita ikut-ikutan merayakan tahun baru. Na’udzubillah min dzalik.
Gaes, sungguh berbahaya bila hari ini umat justru diseru agar menggadaikan aqidahnya dengan dalih toleransi dan kerukunan umat beragama. Begitulah gaes yang terjadi ketika hukum-hukum Allah dicampakkan. Nggak ada lagi kekuasaan berupa Khilafah yang melindungi aqidah umat ini. Islam dan ajarannya serta umat Islam terus dijadikan sasaran. Karena itu, kita kudu makin gigih menjelaskan Islam dan menyerukan syariah dan Khilafah. Sebab hanya dengan syariah dan Khilafah-lah, aqidah umat Islam terjaga sekaligus menjamin kesejahteraan dan keamanan umat manusia baik muslim maupun orang-orang kafir. In syaa Allah. (reper/young)
Allahu Akbar
BalasHapus